Gerimis belum juga reda ketika magrib telah lewat. Setelah menyusuri jalanan yang basah, aku menepikan motorku tepat di samping sebuah tenda warung makan di pinggir jalan. Kali ini aku ditraktir makan oleh teman. Sambil menunggu pesanan disiapkan, mataku tertarik memperhatikan dua anak kecil yang sedang bersenda gurau di sudut meja yang lain.
Badannya agak dekil dengan pakaian yang lusuh dan terlihat kebesaran. Sesekali mereka juga mengalihkan pandangan ke arahku sambil tertawa. Ada yang salah denganku ?? Ahh..,biarlah, namanya juga anak-anak. Mungkin mereka adalah anak si pemilik warung tersebut, pikirku.
Tak berselang lama kemudian, pesanan kami pun datang. Dua porsi ayam lalapan yang siap disantap dengan sepiring nasi santan yang masih hangat, yummii…!! Mataku kini beralih ke arah makanan yang berada di hadapanku. Dan tak lagi memperhatikan kedua anak kecil tersebut, kecuali tawa mereka yang masih tetap terdengar ceria. Tawa khas anak kecil.
Mungkin karena terlalu serius makannya, tanpa kusadari anak-anak kecil itu telah berada di sampingku. Hanya dipisahkan oleh sebuah kursi plastik kecil. Mereka memperhatikan aku makan sambil tertawa cekikan. Huffft…!! Dasar anak kecil. Nggak tau apa kalau aku paling nggak mau diperhatikan kalau lagi makan. Karena merasa nggak enak, aku menatap mereka dengan mata melotot.
“ada apa dek ?” tanyaku heran.
Mereka tak menjawab, hanya telunjuknya kulihat dia arahkan ke arah barisan piring di hadapanku yang sudah hampir kosong semuanya. Tapi aku tidak tau sama sekali maksud mereka.
“kak, bisa minta ayamnya?” Tanya salah satu dari mereka.
“hah…ayam ini?” aku mempertegas maksud pertanyaan mereka yang kemudian mereka balas dengan anggukan berbarengan.
“kami belum makan malam, kak”
“tapi ini makanan sisa dek. Kalian mau makan makanan sisa ?”
“iyah, nggak apa-apa kak. Kami mau”
“Ibu kalian dimana? Tanyaku lagi.
“di rumah” jawab mereka serempak
“ ya sudah. Mending kalian pulang saja dek, minta makan sama orang tuamu sana”
“tapi kami nggak punya beras”
“Duhhh...Masya Allah. Masa sampe segitunya” pikirku
Mungkin karena aku belum juga mengiyakan ataupun menolak permintaannya. Mereka akhirnya perlahan-perlahan menjauh. Terlebih ketika mendengar aku menyuruh pemilik warung untuk segera membereskan piring-piringnya. Ya Allah, salahkah aku dengan perbuatanku?? mudah-mudahan saja aku tidak dipersalahkan atas semua ini. Lagipula aku melakukannya juga bukan karena tanpa alasan.
Aku bukannya tidak ingin memberi, tapi hati kecilku berontak. Rasa ketidaktegaanku masih jauh lebih besar daripada rasa kasihanku. Aku memang kasihan melihat mereka yang memelas seperti itu, apalagi mereka adalah anak kecil. Tapi aku lebih tidak tega jika mereka makan makanan sisa milikku. Mereka bukan kucing ataupun anjing yang bisa makan apapun yang disodorkan di hadapannya. Mereka adalah manusia yang harus diperlakukan selayaknya manusia sekalipun mungkin keadaanya tidak seberuntung kita.
Mungkin ini hanyalah segelintir pengalaman dari ribuan kisah-kisah memilukan dari adik-adik kita di luar sana. Di beberapa ruas jalan tak jarang kudapati anak-anak yang lain berlomba menghampiri kendaraan-kendaraan yang berhenti. Sambil bernyanyi dengan modal suara pas-pasan. Dengan mata yang berharap ada tangan-tangan yang mengulurkan uang recehan kepada mereka, walau tak jarang berbuah kecewa. Ada juga yang dengan peluh menempel dijidatnya, mendekap koran jualan mereka di dadanya. Mengejar kendaraan dan berharap ada yang belum membaca berita ibukota hari ini.
Memang sangat ironis dan tak ada yang ingin seperti itu. Tapi keadaanlah yang memaksa mereka. Padahal usia mereka mungkin tak jauh beda dari adik dan keponakan-keponakan kita. Usia-usia sekolah. Usia yang seharusnya mereka gunakan untuk belajar dan menikmati masa kecilnya.
Sejatinya, anak-anak kecil itu adalah ibarat malaikat di dalam keluarganya. Mereka adalah buah dari kasih sayang orang tuanya yang harusnya juga mendapat limpahan cinta dari mereka. Tapi kadang kenyataan berbanding terbalik dari yang kita harapkan. Mereka kini ibarat malaikat, tapi malaikat-malaikat yang terlantar. Malaikat yang harus hidup dari uluran tangan orang lain. Memprihatinkan.
Tapi yakinlah bahwa Tuhan selalu punya rahasia bagi ummatnya yang ingin terus mengambil hikmah dan pelajaran. Mungkin kehadiran mereka bisa membuat kita lebih mensyukuri apa yang telah Dia berikan. Jangan pernah merasa menjadi orang yang paling pintar dan paling hebat. Apalagi sampai menentang kekuasaan-Nya. Karena ibarat samudera, kita hanyalah tetesan-tetesan kecil dari kekuasaannya yang maha luas.
Badannya agak dekil dengan pakaian yang lusuh dan terlihat kebesaran. Sesekali mereka juga mengalihkan pandangan ke arahku sambil tertawa. Ada yang salah denganku ?? Ahh..,biarlah, namanya juga anak-anak. Mungkin mereka adalah anak si pemilik warung tersebut, pikirku.
Tak berselang lama kemudian, pesanan kami pun datang. Dua porsi ayam lalapan yang siap disantap dengan sepiring nasi santan yang masih hangat, yummii…!! Mataku kini beralih ke arah makanan yang berada di hadapanku. Dan tak lagi memperhatikan kedua anak kecil tersebut, kecuali tawa mereka yang masih tetap terdengar ceria. Tawa khas anak kecil.
Mungkin karena terlalu serius makannya, tanpa kusadari anak-anak kecil itu telah berada di sampingku. Hanya dipisahkan oleh sebuah kursi plastik kecil. Mereka memperhatikan aku makan sambil tertawa cekikan. Huffft…!! Dasar anak kecil. Nggak tau apa kalau aku paling nggak mau diperhatikan kalau lagi makan. Karena merasa nggak enak, aku menatap mereka dengan mata melotot.
“ada apa dek ?” tanyaku heran.
Mereka tak menjawab, hanya telunjuknya kulihat dia arahkan ke arah barisan piring di hadapanku yang sudah hampir kosong semuanya. Tapi aku tidak tau sama sekali maksud mereka.
“kak, bisa minta ayamnya?” Tanya salah satu dari mereka.
“hah…ayam ini?” aku mempertegas maksud pertanyaan mereka yang kemudian mereka balas dengan anggukan berbarengan.
“kami belum makan malam, kak”
“tapi ini makanan sisa dek. Kalian mau makan makanan sisa ?”
“iyah, nggak apa-apa kak. Kami mau”
“Ibu kalian dimana? Tanyaku lagi.
“di rumah” jawab mereka serempak
“ ya sudah. Mending kalian pulang saja dek, minta makan sama orang tuamu sana”
“tapi kami nggak punya beras”
“Duhhh...Masya Allah. Masa sampe segitunya” pikirku
Mungkin karena aku belum juga mengiyakan ataupun menolak permintaannya. Mereka akhirnya perlahan-perlahan menjauh. Terlebih ketika mendengar aku menyuruh pemilik warung untuk segera membereskan piring-piringnya. Ya Allah, salahkah aku dengan perbuatanku?? mudah-mudahan saja aku tidak dipersalahkan atas semua ini. Lagipula aku melakukannya juga bukan karena tanpa alasan.
Aku bukannya tidak ingin memberi, tapi hati kecilku berontak. Rasa ketidaktegaanku masih jauh lebih besar daripada rasa kasihanku. Aku memang kasihan melihat mereka yang memelas seperti itu, apalagi mereka adalah anak kecil. Tapi aku lebih tidak tega jika mereka makan makanan sisa milikku. Mereka bukan kucing ataupun anjing yang bisa makan apapun yang disodorkan di hadapannya. Mereka adalah manusia yang harus diperlakukan selayaknya manusia sekalipun mungkin keadaanya tidak seberuntung kita.
Mungkin ini hanyalah segelintir pengalaman dari ribuan kisah-kisah memilukan dari adik-adik kita di luar sana. Di beberapa ruas jalan tak jarang kudapati anak-anak yang lain berlomba menghampiri kendaraan-kendaraan yang berhenti. Sambil bernyanyi dengan modal suara pas-pasan. Dengan mata yang berharap ada tangan-tangan yang mengulurkan uang recehan kepada mereka, walau tak jarang berbuah kecewa. Ada juga yang dengan peluh menempel dijidatnya, mendekap koran jualan mereka di dadanya. Mengejar kendaraan dan berharap ada yang belum membaca berita ibukota hari ini.
Memang sangat ironis dan tak ada yang ingin seperti itu. Tapi keadaanlah yang memaksa mereka. Padahal usia mereka mungkin tak jauh beda dari adik dan keponakan-keponakan kita. Usia-usia sekolah. Usia yang seharusnya mereka gunakan untuk belajar dan menikmati masa kecilnya.
Sejatinya, anak-anak kecil itu adalah ibarat malaikat di dalam keluarganya. Mereka adalah buah dari kasih sayang orang tuanya yang harusnya juga mendapat limpahan cinta dari mereka. Tapi kadang kenyataan berbanding terbalik dari yang kita harapkan. Mereka kini ibarat malaikat, tapi malaikat-malaikat yang terlantar. Malaikat yang harus hidup dari uluran tangan orang lain. Memprihatinkan.
Tapi yakinlah bahwa Tuhan selalu punya rahasia bagi ummatnya yang ingin terus mengambil hikmah dan pelajaran. Mungkin kehadiran mereka bisa membuat kita lebih mensyukuri apa yang telah Dia berikan. Jangan pernah merasa menjadi orang yang paling pintar dan paling hebat. Apalagi sampai menentang kekuasaan-Nya. Karena ibarat samudera, kita hanyalah tetesan-tetesan kecil dari kekuasaannya yang maha luas.
***
May 15, 2010
Posted in |
Renungan
|
18 Comments »
18Komentar:
bnyk hikmah yg dpt diambil dr sekeliling kita ^^
PERHATIIN DONK RAKYAT KITA ..
Jgn ngurus pilitik dan kasus hukum yg tak pernah selesai ajaa .. Liad masih banyak org2 miskin nih .. *Menangis terharu .. :(
@ Abdul Hafizh :: tau tuh pemerintah. Omong doang. Katax mo ningkatin kesejahteraan rakyat kecil. nyatax apa ??
@ Nabila :: Iyah...betul banget....
@ Elok :: Bener....cuma bisa bantu doa dan materi kalw ada.
tragis...
tida bisa berbuat apa apa
hanya bisa berdoa.. hehe
iya, dilematis deh kalo udah begitu
susah ya..
iya, yang kita bisa cuma bantu doa dan bantu materi, karena khan emang 2,5% dari seluruh rejeki yang kita dapat adalah hak mereka, semoga semakin banyak orang yang berlebih yang juga jadi lebih peka dengan sekitarnya ya...
hikz... :(
ya Allah... mau makan ajah muzti kek gtu :(
sabar yah de :)