Ketika tulisan ini saya posting, mungkin suasana di kampus saya, Universitas Hasanuddin Makassar masih sangat memanas. Sejak kemarin sore, dua fakultas yang berbeda sudah terlibat aksi lempar batu dan kejar-kejaran di dalam wilayah kampus merah. Dua fakultas tersebut adalah Fakultas Teknik dan Fisip yang memang dari dulu dikenal sebagai musuh bebuyutan. Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (Sastra) pun ditengarai ikut-ikutan tersulut emosinya karena merasa terancam. Kebetulan gedung Fisip dan FIB masih satu kompleks.
Hari ini, ketika mahasiswa lainnya yang sedang serius belajar apalagi menghadapi minggu-minggu terakhir perkuliahan di kampus, tiba-tiba dikejutkan oleh teriakan dari puluhan mahasiswi yang berhamburan menyelamatkan diri. Kontan, kami yang berada di dalam kelas dan kebetulan mengikuti kuliah Metode Penelitian Linguistik pun berlarian keluar kelas untuk mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Dan nampak puluhan mahasiswa berlarian seperti dikejar setan, sementara di belakangn mereka juga terlihat puluhan mahasiswa lainnya mengejar dengan batu di tangan dan wajah yang tertutup kain.
Kejadian memalukan sekaligus memilukan ini bukanlah satu atau dua kali terjadi di Makassar, khususnya di Unhas. Bahkan dalam sebulan ini, tercatat tidak kurang telah terjadi 3 kali aksi keributan. Sebelumnya, juga terjadi pengrusakan dan pembakaran kantor rektorat oleh demonstran dari jurusan Ilmu Geologi yang berorasi di depan rektorat. Aksi itu kemudian berlanjut dengan keributan antara demonstran dan petugas keamanan kampus (Satpam).
Khusus bentrokan yang terjadi hari ini, disinyalir karena adanya ketersinggungan salah pihak. Ada issu mengatakan bahwa salah seorang mahasiswa Fisip dipukul pada malam pengukuhan (inaugurasi) mahasiswa baru, namun di sisi lain ada juga yang mengatakan mahasiswa tekniklah yang dipukul.
Apapun itu alasannya, kejadian yang telah berulang kali ini tetaplah mencoreng nama baik kampus dan Makassar secara umum. Sebagai kaum-kaum intelek dan terdidik, mengutamakan otot tidak akan mendapatkan jalan keluar, tapi justru akan menambah parah masalah. Mahasiswa itu bukanlah preman pasar yang selalu mengutamakan kekerasan untuk menentukan mana yang kalah dan menang. Mahasiswa sejatinya adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi, yang harusnya bisa menjunjung nilai-nilai dan norma dalam mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapi bersama.
Hari ini, ketika mahasiswa lainnya yang sedang serius belajar apalagi menghadapi minggu-minggu terakhir perkuliahan di kampus, tiba-tiba dikejutkan oleh teriakan dari puluhan mahasiswi yang berhamburan menyelamatkan diri. Kontan, kami yang berada di dalam kelas dan kebetulan mengikuti kuliah Metode Penelitian Linguistik pun berlarian keluar kelas untuk mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Dan nampak puluhan mahasiswa berlarian seperti dikejar setan, sementara di belakangn mereka juga terlihat puluhan mahasiswa lainnya mengejar dengan batu di tangan dan wajah yang tertutup kain.
Kejadian memalukan sekaligus memilukan ini bukanlah satu atau dua kali terjadi di Makassar, khususnya di Unhas. Bahkan dalam sebulan ini, tercatat tidak kurang telah terjadi 3 kali aksi keributan. Sebelumnya, juga terjadi pengrusakan dan pembakaran kantor rektorat oleh demonstran dari jurusan Ilmu Geologi yang berorasi di depan rektorat. Aksi itu kemudian berlanjut dengan keributan antara demonstran dan petugas keamanan kampus (Satpam).
Khusus bentrokan yang terjadi hari ini, disinyalir karena adanya ketersinggungan salah pihak. Ada issu mengatakan bahwa salah seorang mahasiswa Fisip dipukul pada malam pengukuhan (inaugurasi) mahasiswa baru, namun di sisi lain ada juga yang mengatakan mahasiswa tekniklah yang dipukul.
Apapun itu alasannya, kejadian yang telah berulang kali ini tetaplah mencoreng nama baik kampus dan Makassar secara umum. Sebagai kaum-kaum intelek dan terdidik, mengutamakan otot tidak akan mendapatkan jalan keluar, tapi justru akan menambah parah masalah. Mahasiswa itu bukanlah preman pasar yang selalu mengutamakan kekerasan untuk menentukan mana yang kalah dan menang. Mahasiswa sejatinya adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi, yang harusnya bisa menjunjung nilai-nilai dan norma dalam mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapi bersama.
May 25, 2010
Posted in |
Kampus
|
23 Comments »
23Komentar:
diem aja? engga bertanggung jawab..
^_________^ jangan ikut ikutan iaah..
heheee
Duh, nggak heran yah, kalau para pejabat tinggi juga berantem di ruang dewan? salam ukhuwah...
Seneng kalau ketemu blogger dari jauh2 :)
moga tindakan yg diambil dpt mengatasi masalah
bukan menambah masalah...
@ Siroel :: Iyah.....nggak ada bedanya dengan preman
@ Aan :: Bener baNget sob....
@ Merpati :: Ini kemBarannya Aan pasti...^__^
@ Abi Dzikri :: Seruuuu. BIsa nonton tawuran dari dekat...
@ Dimas :: Iyah. Teknik tuh dimana2 pasti punya musuh
@ Artikel OL :: Hehe...pasti bakalan kewalahan...
@ Nuy :: Iyah..bner bget
@ Mocca_chi :: Cari pelampiasan mungkin...
gag malu sama jaz almamaternya...
hufth... :::D
@ Secangkir teh :: ke sini aja....^_^
@ Akmal :: Bawaan orok kali ya. Dah dari kecil punya jiwa pemberontak...
@ Ina :: Dengerin tuh Mbak Ina...^_^
untung kampusQ adem ayem aja ^_^
abisnya matkul udah bikin botak, kalo sampe ada tawuran g kbayang deh udah botak jd apa...wkwkwk
udah beres nie zhis uasnya tp tgl 1 udah masuk SP..hwaaaaaaa
With Love,
|
|
V
Miss Rinda - Personal Blog